Minggu, 14 November 2010

Mencari Kebahagiaan Semu

Satu tahun sudah aku menetap di sini. Kota kecil perbatasan Pekalongan dan Tegal. 'Ala kulli hal, kurasa aku mulai betah di sini. Aku memang tipikal orang yang tidak mudah beradaptasi, perlu waktu lama supaya aku bisa enjoy di sini. 
Setelah satu tahun di sini, tawaran itu datang lagi... tawaran untuk melanjutkan PPDS. Menggoda hatikah? tentu saja.. kurasa masih terselip keinginan di hatiku bisa sekolah spesialis. Apalagi dua temanku di sini, sudah mendahului melanjutkan PPDS 6 bulan yang lalu. Rasanya terlalu sayang kesempatan dilewatkan, apalagi dengan ikut program BK, mendapat bantuan pendidikan yang lumayan.
Aku lebih tergoda sekolah "lagi", ketika mendengar kedua juniorku yang dulu PTT bersamaku, keterima PPDS Anak dan Obgyn. Alhamdulillah. Barokallohu fiihumma Tapi benarkah melanjutkan PPDS yang terbaik juga untukku?
Kodratku adalah ibu rumah tangga bukan? aku bekerja gini aja sudah merupakan "polemik" tersendiri bagiku. Kalau boleh memilih, tentu aku lebih suka tinggal di dekat pondok, ngurusin kedua buah hatiku. Tapi sudahlah... takdirku di sini.

Teringat sekitar satu minggu lalu... ketika aku cerita ke suami, bahwa aku mendapat tawaran yang sama, suami ku "seperti biasa" menyerahkan semua padaku untuk mempertimbangkan keputusan akhirnya. tapi Beliau mengatakan : " Suami tidak bisa membayangkan ditinggal istri 5 tahun, ditinggal 5 hari saja sudah nggak karuan? Siapa yang membangunkan sholat ketika suami masih tidur ketika adzan berkumandang ? Siapa yang mengingatkan ketika suami futur jika berjauhan?"

Ya ALLOH...
Aku tahu kebahagiaanku bukan pada gelar duniawi seperti itu, biarpun kadang syaiton memberiku angan-angan, jika aku menjadi spesialis tentu aku bisa lebih bermanfaat buat akhowat.
Tapi siapa yang menjamin? Apakah ketika aku sekolah lagi, aku tetep bisa ta'alum? Bagaimana pendidikan anak-anakku nanti?  Apakah aku rela melewatkan setiap ba'da maghrib kesempatan belajar dengan anakku demi cita-cita duniawiku itu? Padahal betapa aku tahu, anakku begitu semangat belajar dengan aku setiap harinya. Aku telah banyak melewatkan hari-hari ketika mereka bayi ( karena saat itu aku masih coass dan PTT). Apakah aku tidak ingin menghabiskan waktu melihat perkembangan mereka? Apakah aku tetep mementingkan egoku semata? 
Ustadz Firanda di kajian tentang Ilmu, memang mengatakan kalau niat kita sekolah kedokteran ikhlas ingin memberi pengobatan yang relatif terjangkau, menolong banyak orang yang sakit, insya Alloh selama kita sekolah bernilai ibadah dan mendapat pahala (ini yang kadang membuatku termotivasi...). Tapi siapa yang menjamin setelah lulus aku tidak lebih "gila dunia" dibanding sekarang? Tuntutan sebagai dokter spesialis tentu lebih tinggi dibanding ini. 

Ingat wahai diri...
Cukuplah saat ini yang menjadi terbaik untukmu...
Cukuplah ketika ALLLOH memberi kecukupan dalam hidupmu. Tidak pernah satu haripun, merasa kelaparan. Tidak pernah merasa ketakutan tidak punya uang untuk membeli sesuap nasi.  Setiap hari merasa aman di rumahmu Masih bisa membantu orang walaupun cuma dokter umum. Banyak waktu luang yang bisa dihabiskan dengan suami dan anak-anakku. Diberi keistiqomahan menghadiri surga dunia setiap 2 kali seminggu. Diberi suami yang shalih, anak-anak yang menyenangkan, kendaraan yang baik, rumah yang nyaman, tetangga yang baik, Bukankah semua sudah cukup memberi kebahagiaan???
Jazaakillah khoir untuk temanku yang baik, untuk advicenya. Kurasa ini yang terbaik buat wid, vie... Ini aku tulis di sini, sebagai pengingat diri.

Disusun ketika Jamaah Haji sedang wukuf di Arofah 1431 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar