Minggu, 24 Januari 2010

Hukum Imunisasi Polio

Pembahasan ini saya nukil dari artikel "Kontroversi Hukum Imunisasi Polio" yang ditulis oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf Bin Mukhtar As Sidawi dalam Majalah Al Furqan Edisi 05 th 8 1429 H/2008. Dalam kesempatan ini saya hanya menyampaikan fatwa-fatwa dan kesimpulan yang disampaikan ustadz. Untuk pembahasan lebih lengkap silahkan merujuk pada Majalah Al Furqan.

" Tidak samar lagi bahwa ilmu kedokteran telah menemukan berbagai jenisobat-obatan dan alat penyembuhan yang tidak dikenal sebelumnya. Hanya saja yang amat disayangkan kebanyakan obat-obatan tersebut ditemukan dan dibuat oleh tangan-tangan yang tidak peduli dengan hukum syari'at Islam, padahal dalam waktu yang sama kaum muslimin harus mengikuti perkembangan zaman yang ada.
Diantara permasalahan yang masih menyisakan tanda tanya, diskusi hangat dan polemik berkepanjangan adalah masalah imunisasi. yang secara khusus kami maksud di sini adalah imunisasi jenis vaksin polio khusus (IPV) yang diinformasikan menggunakan enzim yang berasal dari babi."

Dalam kasus Imunisasi jenis ini, kami mendapatkan dua fatwa yang kami pandang perlu kami nukil di sini :
A) Fatwa Majelis Eropa Lil-Ifta wal Buhuts
Dalam ketetapan mereka tentang masalah ini dikatakan : "Setelah Majelis mempelajari masalah ini secara teliti dan menimbang tujuan-tujuan syari'at, kaidah-kaidah fiqih serta ucapan para ahli fiqih, maka Majelis menetapkan :
1) Penggunaan vaksin ini telah diakui manfaatnya oleh kedokteran yaitu melindungi anak-anak dari cacat fisik (kepincangan) dengan izin ALLAH. Sebagaimana belum ditemukan adanya pengganti lainnya hingga sekarang. Oleh karena itu menggunakannya sebagai obat dan imunisasi hukumnya boleh, karena bila tidak maka akan terjadi bahaya yang cukup besar. sesungguhnya pintu fiqih itu luas memberikan toleransi dari perkara najis -kalau kita katakan bahwa cairan (vaksin) itu najis- apalagi terbukti bahwa cairan najis ini telah lebur dengan memperbanyak benda-benda lainnya. Ditambah lagi bahwa keadaan ini masuk dalam kategori darurat atau hajat yang sederajat dengan darurat, sedangkan termasuk perkara yang dimaklumi bersama bahwa tujuan syari'at yang paling penting adalah menumbuhkan maslahat dan membendung mafsadat.
2) Majelis mewasiatkan kepada para pemimpin kaum muslimin dan pemimpin markaz agar mereka tidak bersikap keras dalam masalah ijtihadiyyah (berada dalam ruang lingkup ijtihad) seperti ini yang sangat membawa maslahat yangbesar bagi anak-anak muslim selagi tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang jelas.

B) Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Majelis Ulama Indonesia dalam rapat pada 1 Sya'ban 1423 H, setelah mendiskusikan masalah ini mereka menetapkan :
1) pada dasarnya penggunaan obat-obatan termasuk vaksin yang berasal dari atau mengandung benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
2) Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita imunocompromise pada saat ini dibolehkan sepanjang belum ada IPV jenis lainyang suci dan halal.


Kesimpulan dan Penutup
Setelah keterangan singkat di atas, kami yakin pembaca sudah bisa menebak kesimpulan kami tentang hukum Imunisasi IPV ini, yaitu kami memandang bolehnya imunisasi jenis ini dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran.
2. Barang haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3. Belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah.
4. Hal ini termasuk dalam kondisi darurat.
5. Sesuai dengan kemudahan syari'at di kala ada kesulitan.

Demikianlah hasil analisis kami tentang masalah ini. maka janganlah kita meresahkan masyarakat dengan kebingungan kita tentang masalah ini. Namun seperti yang kami isyaratkan di muka bahwa pembahasan ini belumlah titik, masih terbuka bagi semuanya untuk mencurahkan pengetahuan dan penelitian baik dari segi ilmu medis maupun ilmu syar'i agar kita bisa sampai kepada hukum yang sangat jelas. Kita memohon kepada ALLAH agar menambahkan  bagi kita ilmu yang bermanfaat. Amiin.

Sumber : Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, Kontroversi Hukum Imunisasi Polio, Majalah Al Furqan Edisi 05 Th Ke-8 1429 / 2008 hal : 37-41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar