Sabtu, 04 Desember 2010

Hikmah Dalam Berdakwah

Beberapa pekan lalu ana mengalami suatu kebimbangan menghadapi suatu masalah dan cobaan dalam menuntut ilmu. Alhamdulillah ana mempunyai sohib yang selalu memberi nasehat yang menyejukkan. Beliau memberi saran agar ana membaca makalah Ust. Abdullah Zaen, Lc, M.A tentang "Hikmah Dalam Berdakwah". Sebenarnya beliau berniat mengkopikan dan mengirim makalah Ust. Zaen tsb, tapi karena penasaran ingin cepat baca makalah tsb, ana mencari makalah tersebut lewat mbah google. Akhirnya ana menemukan makalah dalam bentuk pdf di sini. Mbah google juga baik banget ho...^^, selain dikasi makalah, juga dikasih link buat download audio ceramah yang disampaikan langsung Ustadz Abdullah Zaen. Akhirnya ana download file kajiannya di sini.

Masya Alloh... benar-benar ceramah yang sangat berfaidah dan penuh hikmah. Benar-benar layak didengarkan dan disebarkan kepada seluruh penuntut ilmu. Setelah membaca dan mendengar kajiannya  pikiran kita jadi terbuka tentang bagaimana "hikmah dalam berdakwah". Semoga kita dimudahkan Alloh subhanahu wa ta'ala untuk mengamalkannya.

Dalam Makalah tersebut disampaikan 14 contoh praktek hikmah dalam berdakwah, yaitu :
  1. Senantiasa berusaha untuk berahak mulia disamping berusaha untuk berakidah dengan akidah yang benar.
  2. Senantiasa berusaha bermuka manis dan menyebarkan salam, juga menunaikan hak-hak kaum muslimin, termasuk mereka yang mempunyai penyimpangan -jika tidak disyariatkan kepadanya penerapan metode hajr-.
  3. Mengenal masyarakat yang akan kita dakwahi dan mempelajari medan dakwah yang akan kita arungi sebelum kita terjun ke dalamnya.
  4. Bertahap dalam berdakwah, memulai dari yang terpenting yaitu tauhid, lalu melangkah ke syari'at-syariat Islam yang lainnya.
  5. Hendaknya para da'i setelah menyampaikan dalil-dalil dari Al Qur'an dan AsSunnah, sebaiknya mereka berusaha memperbanyak nukilan perkataan ulama ahlu sunnah yang memiliki kedudukan di hati masyarakat umum, misalnya : Imam Syafi'i, Imam Bukhori, Imam Muslim, al-Muzani, al-Marwazi, dll. Srta menghindari penyebutan nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qoyyim, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab di komunitas yang phobi dengan nama-nama tersebut.
  6. Hendaknya kita berusaha untuk menyampaikan dakwah yang penuh berkah ini kepada umat serta beramar ma'ruf nahi munkar dengan lemah lembut.
  7. Berusaha memprioritaskan dan memperhatikan dakwah dan penarikan hati orang-orang yang memiiki kedudukan di masyarakat, entah itu yang diulamakan atau penguasa.
  8. Memperhatikan dakwah generasi muda dan anak-anak kecil, tanpa mengesampingkan orang-orang yang lajut usia.
  9. Menerapkan skala prioritas dalam mengingkari kemungkaran, dimuali dari yang paling berat lalu yang lebih ringan.
  10. Ketika membantah ahlul bid'ah, seharusnya kita menghiasi bantahan tersebut dengan ilmu dan dalil-dalil, sehingga umat merasa yakin akan benarnya hal yang disampaikan, serta merasa mantab ketika menerimanya.
  11. Di saat mentahdzir (mengingatkan umat dari penyimpangan) ahlul bid'ah -baik mereka berbentuk kelompok atau individu- seorang da'i ahlus sunnah tidak harus menyebutkan secara terang-terangan nama-nama kelompok dan individu tersebut, jika memang hal itu tidak dibutuhkan.
  12. Ketika seorang da'i ahlus sunnah diundang berdakwah di sebuah masjid ahul bid'ah atau tempat mereka -dan hal itu tidak menimbulkan fitnah bagi masyarakat dan diharapkan mendatangkan maslahat- maka hendaknya ia memenuhi undangan tersebut dan memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk menyampaikan al haq dengan penuh hikmah, nasehat dan diskusi yang baik.
  13. Mengamalkan hal-hal yang biasa dkerjakan di masyarakat selama hal-hal itu masih dibolehkan dalam agama, dengan tujuan untuk menarik hati masyarakat dan menjadikan mereka tidak phobi dengan dakwah kita, meskipun terkadang hal-ha tersebut tidak sesuai dengan yang lebih afdhal. Bahkan terkadang disyariatkan untuk meninggalkan amalan yang hukumnya sunnah, untuk menghindari fitnah (keributan atau huru-hara) atau untuk menarik hati masyarakat.
  14. Senantiasa berusaha untuk bersabar dan tidak tergesa-gesa untuk segera memetik buah dari dakwah yang sedang kita rintis.

Yang lebih menggembirakan lagi, Ust. Zaen ternyata orang Purbalingga dan Beliau mendirikan Pondok Pesantren di Purbalingga...Sayangnya ana belum mempunyai banyak informasi tentang pondok tersebut. Semoga saja pondoknya ada yang setingkat Ibtidaiyyah jadi Harits bisa belajar di sana. Selain karena jarak ke Purbalingga lumayan dekat (1,5 jam-an dari sini), juga supaya harits bisa menuntut ilmu kepada Ust. Abdullah Zaen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar