Rabu, 01 Desember 2010

Berbagi Pengalaman : Partus Normal

Artikel ini saya tujukan untuk saudari-saudariku yang sedang hamil, yang sedang menanti kelahiran anaknya tersayang. Semoga semakin menambah rasa optimis bahwa kita bisa melahirkan secara normal.
Saya di sini tidak akan banyak menuliskan tentang teori partus normal. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi pengalaman saya yang telah dua kali merasakan "nikmatnya" partus, juga beberapa pengalaman saya ketika menolong persalinan. Semoga bermanfaat.

Kehamilan Pertama
Saya hamil anak pertama ketika masih coass, waktu itu masuk bagian Ilmu Kesehatan  Anak dan Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Saya mengalami hiperemesis waktu trimester pertama, tetapi tidak sampai menganggu aktivitas coass. Saya tetap menjalani kegiatan coass bersama teman-teman. Ortu saya mengizinkan saya menikah sebelum lulus, dengan konsekuensi tidak menganggu kuliah saya. Saya harus tetap lulus tepat waktu dan hasil yang memuaskan. Karena itu, saya tidak mengambil cuti biarpun  sedang hamil. Alhamdulillah kehamilan saya lancar. Biarpun masuk bagian anak dan obgyn merupakan 2 bagian yang terberat selama coass. Dukungan suami dan teman-teman yang selalu support saya, membuat saya merasa baik-baik saja menjalani semua kegiatan biarpun sedang hamil.
Saya ANC cuma 3 kali, pertama kali saat usia kehamian 24 minggu, kemudian 32 minggu dan terakhir 37 minggu. Mengajukan cuti coass setelah kehamilan 36 mingguan. Alhamdulillah partus ketika usia kehamilan 38 minggu (2 minggu sebelum HPL), saya memilih partus di Bidan dekat rumah ortu dengan alasan :
  • Saya optimis partus normal, jadi menurut saya sama saja yang nolong Sp.OG maupun Bidan.
  • Tetangga saya seorang bidan, rumahnya persis di rumah ortu, 2 jam post partus bisa langsung pulang. It's so nice.. nggak terlalu lama di RB.
  • Kurasa lebih sabar dan telaten dengan bu bidan daripada dg Sp.OG, apalagi bidannya sudah profesional. Peralatan partusnya juga lumayan lengkap.
  • Takut biaya partus di RS yang mahal. Terus terang waktu kehamilan pertama saya masih coass, suami juga penghasilan belum tetap (masa-masa yang sulit, tapi benar-benar barokah...^^). Jadi nggak bayangin kalau mesti SC, dapat uang darimana.. memang bisa saja dibayarin ortu, tapi aku 'n suami nggak mau nyusahin ortu, sejak kita menikah sesulit apapun, kita nggak pernah minta ortu, kecuali kalau dikasi.. nggak pernah nolak (Rezeki masak ditoak?? hehehe)
Aku pergi ke bidan ketika HIS / kontraksi uterus sudah sekitar 1 menitan setiap 2 menit. Ketika ketuban pecah, ibu langsung membawaku ke bidan, ketika di VT ternyata pembukaan cervix sudah 7.  Biarpun ketika kala 2 (ketika pembukaan cerxix dah lengkap dan saatnya mengejan), aku mengalami sedikit "nervous" dan salah-salah melulu ketika ngejan... dengan dorongan ibu yang berada di sampingku , akhirnya anakku bisa lahir setelah 1 jam ngejan.. (lumayan lama juga ya? namanya juga "pengalaman pertama" ^^).

Cerita kehamilan kedua :
Aku masih PTT di sebuah kecamatan di selatan Purwokerto. Bisa dibilang PTT yang melelahkan. Aku kerja 10x24 jam. Jadi selama 10 hari aku full di RS, tapi liburnya 20 hari... enak ya? Aku cuti ketika kehamilan 36 minggu. ANC ku lebih parah, cuma 1 kali selama kehamilan, ketika usia kehamilan 27 minggu (jangan protes!), 1 minggu setelah HPL aku belum partus, waktu itu 10 hari terakhir Ramadhan. Suami minta aku nggak puasa 5 hari terakhir, suami khawatir jika aku tetep puasa, membuat energiku berkurang. Padahal aku ngerasa nggak ada masalah biarpun tetap puasa.1 minggu setelah HPL, belum ada tanda-tanda persalinan. Akhirnya aku mencari Sp.OG perempuan yang masih praktek, karena hari-hari itu banyak Sp.OG yang mengambil cuti hari Raya Idul Fitri.. Ternyata tidak ada Sp.OG yang praktek. Mulai praktek sekitar 1 minggu lagi.. akhirnya aku dan suami "bersabar", biarpun aku sempat "stress" , karena setiap ketemu sodara ditanya, kok belum partus, belum ada tanda-tanda partus kah?? tambah stres setiap kali aku ditanya seperti itu.
Satu cerita yang membuatku terus optimis adalah cerita dari mertua kakak iparku, dulu beliau pernah hamil salah satu anaknya sampai 12 bulan. Masya Alloh... dan alhamdulillah kata beliau normal.
Karena menunggu persalinan yang nggak ada tanda-tanda juga, aku sampai agak ngedrop, takut banget kalau mesti SC. Setiap sholat selalu berdo'a pada Alloh azza wa jalla, semoga diberi kemudahan dalam persalinan ini. Semoga partus normal.
Biidznillah, aku merasakan his (kontraksi rahim tanda dimulainya persalinan) yang kuat ketika bangun tidur 1 hari sebelum rencana kontrol ke Sp.OG, Alhamduillah partusnya juga lancar, cuma berlangsung selama 3 jam. Partus ditolong seorang bidan di Kaki Gunung Slamet dengan peralatan yang sangat sederhana.Suction saja nggak ada. Melahirkan di sebuah kamar biasa, dengan tempat tidur biasa. Masya Alloh... awalnya juga agak gimana gitu, tapi bidannya baik dan sabar banget, jadi aku pasrah dan berdo'a supaya persalinan ini lancar. Bidannya sendirian lho, nggak ada yang mbantu. Jazaahallahu khoiron.
Kakak iparku yang kedua ketika tahu aku melahirkan di situ, agak terkejut juga lihat tempat bu bidan yang sederhana banget... tidak ada peralatan-peralatan partus yang modern. Aku melihat raut wajah agak heran dan "surprise", tapi yang penting kan baik ibu maupun anak baik-baik aja... 
Biarpun di rumah bu bidan nggak ada peralatan partus yang modern, tapi kurasa "pelayanan" lumayan oke, 1 jam post partus dikasi makan lengkap, ditawari dimandikan dan dibersihkan juga, tapi aku menolak, nggak enak rasanya dimandikan sama orang yang belum kukenal. Akhirnya 2 jam post partus aku pulang ke rumah mertua...(biayanya juga murah, cuma Rp.300 rb ^^)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar